Menyelami Pemikiran Jalaluddin Rumi: Ke-Faqiran dan Ketenangan dalam Kehendak Allah
"Kami adalah para Darwish yang faqir!
dan kami tak ada urusan dengan baik dan buruknya makhluk Tuhan,"
Jalaluddin Rumi
Syair Jalaluddin Rumi
Jalaluddin Rumi, seorang sufi dan penyair besar abad ke-13, terkenal dengan karya-karyanya yang mendalam tentang cinta, spiritualitas, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Dalam syairnya yang indah ini, "Kami adalah para Darwish yang faqir! dan kami tak ada urusan dengan baik dan buruknya makhluk Tuhan," Rumi mengajak kita untuk merenungkan tentang kehidupan sufi yang sederhana dan pemahaman tentang kehendak Allah yang mendalam.
Memahami "Para Darwish yang Faqir"
Syair ini dimulai dengan pernyataan bahwa mereka adalah "para Darwish yang faqir." Untuk memahami makna ini, kita perlu merenungkan makna dari dua kata kunci: "Darwish" dan "faqir."
- Darwish : Dalam konteks sufi, seorang Darwish adalah seorang sufi yang hidup dalam kesederhanaan dan meninggalkan kehidupan duniawi untuk mencari kedekatan dengan Allah. Mereka hidup dengan penuh asketisme, menjauhi harta benda dan kenikmatan duniawi. Darwish adalah pencari spiritual yang mendalami cinta dan pengabdian kepada Allah.
- Faqir : Faqir adalah istilah dalam Islam yang merujuk kepada seseorang yang mengakui kelemahan dan keterbatasan dirinya, serta menggantungkan segalanya kepada Allah. Mereka hidup dalam kesederhanaan dan tawadhu', yaitu sikap rendah hati dan tidak sombong.
Ketenangan dalam Menghadapi Kehendak Allah
Dalam syair ini, Rumi juga menyatakan bahwa "kami tak ada urusan dengan baik dan buruknya makhluk Tuhan." Ini mengandung pesan yang mendalam tentang tawakal, yaitu kepercayaan penuh kepada kehendak Allah. Para Darwish dan Faqir, dalam pemikiran sufi, telah mencapai tingkat kesadaran spiritual di mana mereka menerima segala yang datang dari Allah dengan ketenangan hati.
Mereka tidak terpengaruh oleh baik atau buruknya situasi dunia, karena mereka tahu bahwa segala sesuatu adalah bagian dari rencana Allah yang lebih besar. Dalam pemikiran sufi, tawakal bukan berarti pasif atau tidak bertindak; sebaliknya, itu adalah sikap yang penuh keberanian, ketenangan, dan penerimaan terhadap kehendak Allah.
Tawakal dalam Islam dan Alquran
Pesan tentang tawakal atau kepercayaan penuh kepada Allah adalah nilai yang sangat penting dalam Islam. Alquran secara berulang kali mengajarkan umatnya untuk tawakal kepada Allah. Salah satu ayat yang mencerminkan makna ini adalah dalam Surah At-Tawbah (QS. At-Tawbah: 51):
"Katakanlah: 'Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami dan hanya kepada Allah-lah orang-orang yang beriman bertawakal.'"
Ayat ini menegaskan bahwa hanya Allah-lah yang memiliki kendali penuh atas nasib dan kejadian dalam kehidupan kita, dan kita sebagai manusia harus menyerahkan diri kepada-Nya dengan tawakal yang sepenuhnya.
Hidup dalam Kesederhanaan dan Tawakal
Syair Jalaluddin Rumi ini mengajak kita untuk merenungkan nilai-nilai sufi tentang hidup dalam kesederhanaan, keikhlasan, dan tawakal kepada Allah. Para Darwish dan Faqir, sebagai simbol tawakal yang tinggi, mengajarkan kita bahwa kebahagiaan sejati dapat ditemukan dalam kesederhanaan dan penerimaan sepenuhnya terhadap kehendak Allah.
Dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian, pemikiran sufi mengingatkan kita untuk menjalani hidup dengan penuh ketenangan hati, merenungkan bahwa Allah adalah Maha Mengetahui, dan hanya Dia yang mengetahui apa yang terbaik untuk kita. Dengan menginternalisasi nilai-nilai ini, kita dapat mencapai kedamaian batin yang mendalam dan mendekatkan diri kepada Allah dengan lebih dalam.
---
Demikianlah penjelasan yang mendalam mengenai makna syair Jalaluddin Rumi ini. Semoga tulisan ini membantu Anda memahami pemikiran sufi tentang kesederhanaan, tawakal, dan hubungan manusia dengan Allah.
penulis : Usaka
sumber : Al QurĂ¡n dan terjemahan
Posting Komentar untuk "Menyelami Pemikiran Jalaluddin Rumi: Ke-Faqiran dan Ketenangan dalam Kehendak Allah"